Tuesday, March 9, 2010

Buku, Pesta dan Cinta : sebuah prolog

Pertama-tama perkenalkan, nama saya Arif Nindito. Dua puluh tahun. Seorang mahasiswa tingkat tiga di Universiteit van Amsterdam, Belanda. Sebelumnya saya menempuh dua tahun pertama pendidikan tinggi saya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dan juga, anak pertama dari tiga bersaudara.

Kurang lebih sudah sekitar dua tahun lamanya sampai akhirnya saya memberanikan diri untuk menjadikan "Buku, Pesta dan Cinta" sebagai nama/judul dari blog saya. Keinginan untuk memakai idiom tersebut sudah ada di benak saya semenjak tahun pertama saya di Universitas Indonesia. Tapi yang ada di kepala saya waktu itu adalah : tidak jadi, tidak yakin, tidak berani.

Akhirnya saya sadar, bahwasannya hidup kadang memang terlalu singkat untuk hanya diisi dengan kata-kata tidak. Lantas hari ini, dengan segala kerendahan hati saya memberanikan diri untuk akhirnya memakai idiom keramat tersebut sebagai nama/judul blog saya.

Sebenarnya, idiom "Buku, Pesta dan Cinta" itu sendiri adalah salah satu bait dari mars Genderang Universitas Indonesia (Genderang UI) yang aransemennya dicipitakan oleh Godfreid Situompul dan liriknya adalah karya Husseyn Umar. Mars ini pertama diciptakan pada tahun 1957. Seiring bergulirnya waktu, bait itu pun diubah padah sekitar tahun 1964 menjadi bait yang kita dengar sekarang dalam mars Genderang UI yang selalu dinyanyikan dalam hampir setiap acara resmi universitas. Bila anda tertarik akan sejarah dari mars tersebut anda bisa membacanya di Menelusuri sejarah lahirnya mars genderang UI.

Mengapa saya katakan keramat, karena saya sadar betul bahwa idiom "Buku, Pesta dan Cinta" bukanlah sekedar bait biasa. Idiom ini bagi banyak civitas academica Universitas Indonesia memberikan arti tersendiri bagi hidup mereka. Bagi mahasiswa dan aktivis pada masa 1960-1970an, idiom ini adalah spirit, simbolisasi, bahkan mungkin kalau boleh saya katakan "ideologi" dalam kehidupan kemahasiswaan dan kepemudaan generasi itu.

Pada masa kini, mungkin generasi hari ini lebih mengenal "Buku, Pesta dan Cinta" dari sosok seorang Soe Hoek Gie. Sosok mahasiswa yang menjadi simbol perjuangan generasinya yang buku hariannya kembali dicetak, dibuat film, dan makin dipopulerkan dalam bentuk lain. Jelas, nama Soe Hoek Gie identik dengan idiom tersebut.

**

Setiap kali saya teringat akan hal-hal besar dan hebat tersebut, saya selalu ragu untuk menggunakan "Buku, Pesta dan Cinta" sebagai nama/judul blog saya seperti yang telah saya utarakan. Bila dibandingkan dengan cerita dibalik idiom tersebut, saya merasa apa yang saya tulis dan ceritakan disini mungkin tidak ada apa-apanya. Konteks yang akan saya angkat pun mungkin berbeda dari konsep ke-aktivis-an pada umumnya. Tapi itulah yang akhirnya membuat saya yakin dan berani menggunakan idiom tersebut. Karena saya berpendapat, untuk jadi berbeda itu penting. Untuk memiliki kerangka berfikir yang orisinil itu adalah sebuah keharusan.

Saya tidak muluk-muluk untuk bisa ikut angkat bicara soal negara, saya hanya ingin menulis sesuai dengan kapasitas saya. Tulisan-tulisan saya pada blog ini hanyalah rangkaian kisah, pemikiran, serta gambaran perasaan seorang muda pada zamannya dengan segala dinamika dan dialetikanya.

Serta tak lupa, saya ingin menyampaikan rasa hormat serta penghargaan kepada seluruh civitas academica Universitas Indonesia yang mungkin memiliki hubungan emosional dengan idiom "Buku, Pesta dan Cinta". Saya berharap, semangat perubahan yang telah kalian contohkan pada generasi-generasi sebelumnya dapat diteruskan.

Terkahir, bila Soe Hoek Gie telah memberikan banyak inspirasi dengan buku catatan harian-nya, maka izinkanlah saya berkarya dengan tulisan-tulisan saya di blog ini.

No comments:

Post a Comment