Monday, April 26, 2010

Aku yang meragu, diantara mimpi-mimpi yang ambigu

Saat saya menulis tulisan ini, seharusnya saya sedang mengerjakan tugas essay 1000 kata dari mata kuliah Strategy and Organisation. Seperti biasa, kalau seharusnya sedang mengerjakan tugas tapi ujungnya malah nulis di blog, berarti sedang ada sesuatu.

Hari ini usia saya 20 tahun, 5 bulan, 26 hari . Dalam dua semester lagi, insyaallah saya jadi sarjana. Satu Sarjana Ekonomi, dan satu lagi Bachelor of Science in Economics and Business. Delapan minggu lalu, mimpi-mimpi saya masih konkret, semuanya masih jelas. Rencananya sehabis S1 mau cari pengalaman kerja dulu, satu atau dua tahun, lanjut S2 (kalau ada biaya), baru lantas pulang ke Indonesia jadi pengusaha. Halus benar ya tampaknya, ya namanya juga mimpi.

Lantas, beberapa minggu terakhir begitu banyak mimpi baru bermunculan. Mulai dari mau kuliah agriculture and rural development di Belanda, sustainable development di Britania Raya, perikanan di Norway, sampai juga terobsesi kuliah economic development dan entreprenenurship di London. Mimpi mau jadi petani dan turut berkontribusi di daerah rural, kerja di WorldBank atau lembaga-lembaga development lainnya, dan lain-lain. Begitu banyak mimpi baru mengepul di kepala, sampai akhirnya sampai satu titik saya bertanya pertanyaan sederhana yang biasa terlontar sewaktu saya masih jadi anak sekolah dasar : "kalau sudah besar, kamu mau jadi apa ?". Ya benar, saya bertanya, "Saya ini mau jadi apa sebenarnya ?"

Ibarat pesawat terbang, arah sih masih ada, tapi saya kehilangan ketinggian jelajah. Ujungnya jadi bingung sendiri mau apa sehabis sarjana. Beberapa rekan bilang, "yang penting lulus sarjana aja dulu, Rif". Ya, I know. Kalo lulus sarjana sih jelas wajib, tapi pertanyaannya sehabis itu lalu apa ? Intinya adalah, bukannya saya tidak punya tujuan sekarang, tapi karena terlalu banyak keinginan jadinya malah terjebak di mimpi-mimpi sendiri.

Sebenarnya semua field of interest saya itu berhubungan. Entrepreneurship, Agriculture, dan Economic Development itu setali tiga uang. Para petani kita harus memiliki entrepreneurial mindset agar bisa bergerak dari commodity based agriculture ke value-added based agriculture. Kalau pada prosesnya para pelaku bisnis itu memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan antara aspek-aspek, lingkungan, sosial, dan ekonomi, barulah nantinya tercipta yang namanya konsep sustainable development.

Setelah berbincang dengan beberapa teman dan googling, katanya saya ini sedang terjangkit gejala apa yang mereka sebut sebagai quarter life crisis. Ciri-cirinya ada beberapa, anda bisa baca sendiri di Wiki, atau sumber lainnya. Alexandra Robbins sampai menulis dua buku tentang hal ini. QLC biasa terjadi pada young adults usia awal 20an sampai mereka memasuki usia 30. Sangat umum pada mereka yang sedangbridging antara lulus dari bangku kuliah dan memasuki dunia kerja. Kalau menurut buku nya Alexa Robbins, "when they struggle to find their place in the world". Saya rasa masih terlalu cepat untuk QLC buat saya sekarang, saya berusia 20 saja belum genap setengah tahun.

Sulitnya jadi seseorang yang terlalu self-conscious memang begini. Tapi tak apa, toh saya tidak merugikan siapa-siapa. Mungkin sudah saatnya saya untuk istirahat sejanak untuk terus membuat rencana. Saatnya untuk tarik nafas sejenak dan mengerjakan apa yang ada di depan mata. Kalau kata band kenamaan di Indonesia, Padi, "bukankah hidup ada perhentian ? tak harus kencang terus berlari".

Semoga saja ini temporer. Saya harap Jakarta bisa membantu saya keluar dari gejala dengan istilah aneh ini. Tak harus lantas langsung banting setir memulai sesuatu yang baru. Saya tahu sebenarnya arahnya sudah berbentuk, hanya tinggal dipoles sedikit saja biar makin terstruktur. Mungkin ada baiknya untuk mengganti sejenak alat bantu melihat, dari teropong jarak jauh ke kacamata jarak menengah.

Banyak yang bilang, sangat sulit dan tidak baik bila kita hidup hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Saya sendiri meng-amin-i. Tapi saya baru tahu bahwasannya, menjawab ekspektasi diri sendiri itu jauh lebih sulit.